Sepinya Desa, TKI Meningkat


Desa menurut saya sebuah ruang hidup yang nyaman karena kita dapat memandang mininya keindahan alam Indonesia. Ya, desa memang memiliki pesona tersendiri, terbukti setiap liburan pasti ada orang-orang kota yang berlibur ke desa hanya ingin melihat keindahan alamnya. Itu menjadi suatu kesenangan tersendiri bagi masyarakat kota yang kesehariannya dikelilingi deru mesin kendaraan bermotor beserta asap-asapnya. Nah, beruntung saya tinggal di desa. Tapi, dengan segala potensi dan keindahan yang tersimpan di desa belum mampu memenuhi kebutuhan hidup masyarakat desa. Bahkan desa bisa dikatakan suatu kawasan yang “sepi”, dalam hal ini lapangan pekerjaan yang minim, apalagi ditambah dengan semakin meningkatnya harga barang-barang kebutuhan hidup. Dari gejala seperti ini memicu penduduknya untuk mencoba mengubah hidupnya, mengubah hidup untuk mencari pekerjaan yang “layak”. Sebagian besar  mereka yang mencoba mengubah hidup dengan merantau ke kota orang atau bahkan ke negara orang yang biasa kita sebut TKI.
Desa yang selama ini kita kenal sebagai basis komoditi pertanian memang telah memberikan kontribusi vital bagi negara sebagai penyuplai bahan makanan pokok negara ini. Tapi desa juga tidak bisa dikatakan sebagai basisnya pertanian, karena desa juga memiliki potensi lain yang menjadi salah satu variabel pertumbuhan ekonomi bangsa ini, variabel yang dimaksud adalah tenaga kerja. Banyak tenaga kerja-tenaga kerja pabrik-pabrik di Indonesia berasal dari orang-orang desa. Ini membuktikan bahwa negara ini memang tidak bisa lepas dengan orang-orang desa, tanpa orang-orang desa negara ini tidak dapat berjalan dengan “normal”. Tetapi dalam kenyataan mengapa banyak penduduk-penduduk desa yang sekarang justru enggan bekerja di negara sendiri, malah berbondong-bondong ke luar negeri menjadi TKI ? Ini menjadi PR tersendiri bagi pemerintah.
Fenomena TKI pastinya sudah tidak asing lagi bagi kita sebagai masyarakat Indonesia, negara yang dikenal sebagai pengekspor tenaga kerja di samping ekspor komoditi barang. Namun apa yang terjadi di balik antusiasme para pahlawan devisa ini untuk berbondong-bondong bekerja ke negara orang? Apa memang di desa sudah tidak ada lagi pekerjaan yang layak bagi mereka? atau memang di negara sendiri keberadaan mereka tidak terlalu diperhatikan? Berikut beberapa faktor yang mendorong para pahlawan devisa ini untuk merantau ke negara orang.
1.     Pengaruh sifat gengsi para pemuda desa
Desa yang selama ini dipersepsikan sebagai daerah pertanian memang masih melekat di benak sebagian besar masyarakat kita, apalagi para pemuda yang memang berasal dari desa. Pekerjaan sebagai petani sudah menjadi mata pencaharian utama di desa, tetapi oleh para pemuda desa justru pekerjaan ini dipandang sebagai pekerjaannya orang tua. Bisa dikatakan mereka gengsi untuk “nyemplung” langsung ke sawah untuk menggarap sawah. Pengaruh inilah yang memang menjadi masalah utama dan khusus yang perlu diambil jalan keluarnya, karena masalah ini langsung berhubungan dengan mindset seseorang terhadap suatu fenomena. Sebagai saran untuk memecahkan masalah yang bisa dikatakan unik ini adalah dengan memberi suatu pencerahan atau gambaran terhadap para pemuda desa mengenai pekerjaan sebagai petani melalui penyuluhan atau seminar. Dalam kegiatan ini pastinya akan memuat materi-materi keuntungan menjadi seorang petani, sisi positif menjadi petani, dan kiat-kiat menjadi petani modern. Kegiatan semacam ini diharapkan dapat mengurangi stigma pemuda desa terhadap pandangannya tersebut menjadi mencoba bahkan mau menjadi seorang petani muda dan modern.
2.     Tidak ada variasi lapangan kerja di desa
Selain disebabkan oleh stigma bahwa petani adalah pekerjaannya orang tua, para masyarakat desa khususnya pemuda sudah tidak punya pilihan lain lagi untuk mencari pekerjaan selain bertani alias tidak ada variasi pekerjaan yang mereka inginkan atau sesuai dengan latar belakang pendidikan. Mungkin ada satu atau dua pekerjaan bisa mereka masuki tetapi kebanyakan mereka terkendala dengan beratnya persyaratan yang diajukan oleh penyedia lapangan kerja yang menuntut macam-macam. Hal inilah yang juga butuh perhatian khusus dari pemerintah sebagai pengampu kebijakan. Kebijakan yang diterapkan diharapkan dapat memberi solusi yang tepat untuk para pemuda desa yang sedang kebingungan memperoleh pekerjaan.
3.     Minimnya upah di desa
Ini merupakan masalah klasik bagi tenaga kerja yang ada di desa. Upah yang mereka terima tidak sepadan dengan tenaga yang mereka kerahkan untuk bekerja. Namun, hal ini masih bisa diatasi karena tidak ada pilihan lagi di desa, dari mereka menganggur lebih baik mereka tetap bertahan bekerja untuk memperoleh uang.
4.     Berlakunya sistem outshourching
Ini tidak hanya berlaku di desa, di kota pun sistem outshourching ini berlaku, malahan lebih besar di kota daripada di desa penerapannya. Sistem ini justru menggantung nasib para pekerja kita dengan ketidakjelasan mereka masuk dalam kategori pekerja tetap atau bukan, karena harus menunggu beberapa waktu yang cukup lama hanya untuk menunggu kepastian status mereka.
Dari beberapa faktor tersebut menandakan betapa sepinya kondisi di desa, sepi disini dapat diartikan sebagai banyaknya kendala-kendala untuk memperoleh pekerjaan yang layak, baik itu kendala dari kebijakan pemerintah ataupun kendala dari internal masyarakat desa sendiri. Dengan munculnya berbagai faktor ini ditambah dengan banyaknya promosi agen-agen penyalur TKI yang menawarkan berbagai kenikmatan yang akan didapatkan apabila menjadi seorang TKI. Dari berbagai penawaran yang “manis” tersebut para penduduk desa yang memang sudah menahan kondisi hidupnya langsung saja mengambil kesempatan “emas” itu tanpa berpikir panjang lebar. Mereka rela mengeluarkan biaya yang cukup besar dan kursus demi menggapai impiannya bekerja di negeri orang. Hal ini bisa dikatakan wajar apabila kita menengok kondisi lapangan kerja di negara ini, yang setiap tahunnya para lulusan sekolah maupun sarjana semakin bertambah sedangkan lapangan pekerjaan semakin menipis.
Kita semua yakin dengan asumsi bahwa sepinya desa dapat kita kurangi apabila kita berpegang tangan untuk mengatasi segala permasalahan di negara ini, terutama masalah tenaga kerja dan khususnya para TKI yang selama ini memang menjadi sumber devisa yang menjadi pendapatan negara ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUBUNGAN PROBLEMATIKA PERIKANAN DAN KELAUTAN INDONESIA DENGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PESISIR

Facebook Teman Berbagi Budaya Khatulistiwa

Lagu Anak-Anak Semakin Kurang ”Greget”